Jakarta - Tanpa kita sadari perjalanan Reformasi sudah memasuki usia 25 tahun. Pada konteks itu, jika ini ibarat siklus kehidupan manusia, reformasi sudah seharusnya beranjak dewasa. Ironisnya, bayi reformasi yang dulu lahir dibidani gerakan mahasiswa pada 1998 ternyata tidak tumbuh di ringkus kelompok Oligarki, 23/12/2023.
Sebagaimana dalam pers rilis yang diterima oleh tim redaksi, Presiden Mahasiswa Kepresma Universitas Trisakti, Vladima Insan Mardika, menjelaskan menolak keras segala upaya penggelapan dan mempolitisasi sejarah Tragedi Reformasi 1998 untuk dijadikan sebagai komoditas isu suara.
Atas nama demokrasi, Tirani mayoritas justru memperkosa dan menodai kesucian Mahkamah Konstitusi yang semestinya hadir sebagai palang pintu penjaga demokrasi, hingga berakibat lahirnya anak haram berupa Keputusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang justru mengembang biakan Korupsi, Kolusi, dan Melegalkan Nepotisme, ujarnya.
"Oleh karena itu, kami Mahasiswa Jakarta Raya, Aktivis Sosial, Organisasi Kepemudaan. Menegaskan kepada Masyarakat untuk menyadari, ungkap Vladima Insan Mardika.
Baca juga:
Tony Rosyid: Semua Atas Petunjuk Sang Dalang
|
Menuntut untuk segala para Calon Legislatif dan Paslon Eksekutif untuk menyelesaikan kasus Tragedi HAM Berat dan HAM untuk diselesaikan secara Pengadilan HAM bukan Pengadilan Militer.
Maka dari itu mereka, merekomendasikan pada Masyarakat untuk tidak memilih Paslon yang menolak bertanggung jawab atas adanya pelanggaran HAM dan Menolak adanya ruang manipulasi sejarah dari calon bahkan relawan yang menjual sejarah demi kepentingan politik semata.
Ketua BEM KM STIAMI. Muhammad Rivaldo Chairi, menegaskan untuk saat ini negara mengkerdilkan arti Demokrasi hasil pencapaian Reformasi 1998 hanya untuk kepentingan politik kekuasaan dan bisnis seorang, keluarga dan kelompok. Bukan suatu negara yang bebas berpendapat ketika Pemerintah terus menggunakan alat kekuasaan dan menggunakan UU ITE sebagai pembatasan hak berbicara di muka umum.
"Maka dari itu kami, merekomendasikan pada Masyarkat untuk tidak memilih calon dan paslon yang menolak adanya kebijakan publik yang membatasi ruang berbicara, hidup dan berpendapat dimuka umum, " ungkap Muhammad Rivaldo Chairi.
Ketua BEM Universitas Trilogi. Muhammad Said Al Hariri, mengingatkan kepada KPU RI untuk tetap jujur, adil dan bersih selaku pelaksana Pesta Demokrasi juga pun kami menegaskan kepada seluruh Aparat Sipil Pemerintah, Aparat Militer dan Aparat Penegak Hukum untuk kewajibannya menjaga netralitas pemilu yang tidak menguntungkan bahkan secara terang-terangan mendukung salah satu paslon. Perlu diingat bahwasannya, Pasca Keputusan MK Kami sangat meragukan integritas tiap Aparatur Sipil Negara dan Aparat Penegak Hukum yang bersengkongkol untuk kepentingan kelompok.
"Maka dari itu kami, menuntut pada Calon dan Paslon untuk tidak menggunakan fasilitas negara sebagai program kampanye. Menolak segala pembodohan publik mengenai profesionalitas dan pengabdian. Menuntut pemerintah untuk memberhentikan Menteri yang menikmati fasilitas negara untuk melaksanakan kampanye calon dan paslon secara terbuka, " harapannya Muhammad Said Al Hariri.
Ketua BEM KM YARSI. Fauzi Abdillah, menolak segala politisasi isu kesehatan yang hanya merumuskan suatu narasi aneh dan pembagian komoditas yang tidak menyelesaikan sektor kesejahteraan tenaga kesehatan, peningkatan infrastruktur fasilitas kesehatan, pengembangan penelitian dan pemberdayaan tenaga dokter dan dokter spesialis di Indonesia. Pembengkakan biaya kesehatan tiap tahun mengakibatkan banyaknya masyarakat daerah yang tidak merasakan fasilitas kesehatan dari Negara secara adil. Jika hanya bualan yang dipertontonkan maka “Indonesia Emas 2045” hanya tinggal mimpi, maka terjadinya “Indonesia Sakit 2045”
"Maka dari itu kami bersama Masyarakat menuntut untuk para calon dan paslon untuk lebih cerdas menyikapi sektor kesehatan. Tidak menawarkan suatu tawaran politik yang tidak mengedukasi malah memperlintir apa yang menjadi permasalahan utama sektor kesehatan, " jelas Fauzi Abdillah.
Presiden Mahasiswa BEM ESA Unggul. Redha Amartya, membantah secara tegas bahwasanya sektor Bonus demografi bukan menjadi persoalan utama bagaimana mewujudkan negara berkembang menjadi negara maju. Sektor bonus demografi pada akhirnya hanya menjadi jualan politik tanpa memperhatikan bagaimana sektor pendidikan yang dikesampingkan, tidak adanya peningkatan kualitas SDM, pelayanan pendidikan yang murah dan dapat dirasakan masyarakat kecil.
Sedangkan dari Presiden BEM TAU. Zahra Syahira mengajak seluruh masyarakat untuk dapat melihat dan peka dengan situasi serta kondisi yang terjadi saat ini. Hadirnya berbagai pembahasan keputusan politik yang mungkin bisa menindas masyarakat tanpa mereka sadari. Kurangnya kualitas pendidikan, sektor perekonomian yang kian membuat rakyat kecil menangis, dan tidak adanya tanggapan dari pemerintah yang seolah tidak peduli. Harus sampai kapan akan terus terjadi penindasan seperti ini.
"Maka dari itu kami Mahasiswa mengajak Masyarakat menuntut untuk para calon dan paslon untuk tidak dapat terhasut oleh jualan Bonus demografi dan Generasi Muda. Rekaya politik dibangun seolah bonus demografi menjadi faktor utama negara ini akan makmur. Padahal Kenyataannya, Kualitas pendidikan kita masih rendah di berbagai daerah, Biaya pendidikan yang tiap tahun naik, subsidi Pemerintah terhadap ruang pendidikan yang belum menjadi prioritas, Komersialisasi pendidikan negeri yang dibiarkan. Paslon yang tidak menawarkan kualitas pendidikan sama saja omong kosong, " tegas Zahra Syahira.
Baca juga:
Siapa Lawan Anies Baswedan Di Pilpres 2024?
|
Kami Mahasiswa Jakarta Raya yang pada hari ini melakukan aksi simbolik, turut prihatin dan berkabung atas adanya kabut hitam yang menyelimuti demokrasi dan atas krisis di berbagai sektor yang kita hadapi hari ini. Kami juga menyampaikan kekecewaan kami terhadap para calon yang tidak maksimal dalam bertarung gagasan, yang tidak mampu mempertanggung jawabkan etik serta moral dalam penyampaian gagasan kepada masyarakat. dan justru menampilkan panggung sandiwara yang hanya berupaya menarik simpati masyarakat namun minim gagasan, edukasi dan keberpihakan terhadap rakyat. Kami juga mengecam adanya politik identitas, kami menghimbau seluruh mahasiswa dan rakyat indonesia, agar tidak mudah dibenturkan oleh kepentingan elit politik negeri ini, dan mampu menjalankan demokrasi sejati, yaitu demokrasi yang berada penuh di dalam kendali dan genggaman tangan rakyat, tutup Zahra Syahira.
Dengan ini Kami Mahasiswa akan melebur melakukan Gerakan Rakyat. secara simbolis kami melepas almamater kami sebagai bentuk bergabungnya dengan Masyarakat untuk menjaga dan memperjuangkan demokrasi sejati, serta kemenangan bagi seluruh rakyat di penjuru negeri.
Terimakasih, Hidup Rakyat, Hidup Mahasiswa, Hidup Kemenangan Rakyat!
Jakarta, 21 Desember 2023
Tugu 12 Mei Reformasi