Hari ini, Moeldoko dikenal orang sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) di Kabinet Indonesia Maju alias kabinet jilid kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, di karier militer, dia menapaki posisi puncak dengan menjadi Panglima TNI.
Namun, ditarik jauh ke belakang, Moeldoko terlahir dari keluarga dan lingkungan miskin. Setidaknya, ini menurut pengakuannya sendiri.
Dalam perbincangan riuh selama hampir dua jam di kediaman rumah dinas Jalan Terusan Lembang No D54, Menteng, Jakarta Pusat Moeldoko bertutur banyak tentang aneka hal, mulai dari masa kecilnya yang susah itu hingga yang ada di pikirannya saat ditodong pertanyaan soal 2024.
Sama seperti bocah-bocah desa pada umumnya, Moeldoko sejak kecil diminta membantu kerja di sawah, sebisanya, sepulang sekolah.
Baca juga:
10 Pejabat Terkaya di Indonesia
|
Namun, bukan berarti tak ada cerita gembira di masa kecilnya. Kelayapan di kebun tebu bersama teman-teman atau bermain di sungai adalah kegembiraan.
MOELDOKO lahir dari keluarga miskin. Dia anak bungsu dari 12 bersaudara.
Namun, bersama dirinya hanya delapan anak yang pernah dia lihat. Mereka terdiri atas lima laki-laki dan tiga perempuan.
“Kamu terakhir, tinggal kuretan-nya, ” ujar Moeldoko menirukan sang ibu tentang kelahiran dan keberadaannya di keluarga.
Sang ayah, Moestaman, adalah petani. Adapun sang ibu, Masfuah, adalah ibu rumah tangga.
Empat saudara Moeldoko meninggal dunia saat ia masih kecil. Delapan bersaudara yang masih dia jumpai terdiri dari lima laki-laki dan tiga perempuan.
Selain bertani, sang ayah juga menjadi Jagabaya alias perangkat keamanan di desanya, yaitu Desa Pesing, Kecamatan Purwoasri, Kediri, Jawa Timur.
Meski begitu, kebutuhan hidup keluarga dengan 12 anak itu tetap tak tercukupi dengan pendapatan dari dua sumber penghidupan tersebut.
Dalam situasi paling sulit, isi buah mangga—pelok, dalam bahasa Jawa—pun jadi santapan pengganti nasi.
“Diambil dalamnya mangga, dijemur, terus enggak tahulah diapain lagi, itu urusan orangtua kita dulu. Tapi itu realita saya dulu, ” kenang Moeldoko.
Menjadi lulusan terbaik di Akademi Militer membuka lebar tangga kesuksesan Moeldoko. Puncaknya, setelah 32 tahun bertugas di Angkatan Darat (AD), ia diangkat menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia
Sebelum menjadi Panglima TNI, ia adalah Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Itulah prestasi Moeldoko. Pria kelahiran Kediri, 8 Juli 1957 adalah anak dari pasangan Moestaman dan Masfuah. Ia anak bungsu dari 12 bersaudara. Bapaknya hanya seorang pedagang palawija dan perangkat keamanan di desa sedangkan ibunya sebagai ibu rumah tangga.
Masa kecil Moeldoko pas-pasan. Orang tuanya serba kekurangan untuk membiayai anak-anaknya yang terbilang banyak. Pendapatan orang tuanya tidak menentu dan membuat hidup keluarga ini serba kekurangan.
Meski serba kekurangan, orang tuanya berharap anak-anaknya jadi orang berguna. Moeldoko kecil bisa dibilang termasuk anak yang cekatan dan pekerja keras. Dia ikut membantu ekonomi keluarga untuk menopang kebutuhan keluarganya. Dia sejak kecil sudah bekerja mengangkut batu dan pasir dari kali setiap pulang sekolah.
Moeldoko menyelesaikan sekolah SD dan SMP di Kediri sedangkan sekolah menengah atasnya di Jombang. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan militer di Akademi Militer (Akmil) di Magelang. Pada usia 24 tahun, ditulis dalam akun facebooknya, Moeldoko menyelesaikannya dan berhasil menjadi lulusan terbaik pada tahun 1981 dengan dianugrahi Bintang Adimakayasa.
Setelah itu, Moeldoko mengawali karier sebagai Komandan Peleton di Yonif Linud 700 Kodam VII/Wirabuana. Berbagai tugas dia jalani dengan penuh semangat dan disiplin. Moeldoko juga dapat melaksanakan tugas dengan baik saat operasi Seroja Timor-Timur dan penugasan lainnya seperti ke Singapura, Jepang, Irak-Kuwait, Amerika Serikat, dan Kanada.
Karier Moeldoko bisa dibilang tidak pernah berhenti menanjak. Lulusan terbaik Akmil ini menjabat sebagai Kasdam Jaya tahun 2008, dan pada tahun 2010-2011, ia mengalami tiga kali rotasi jabatatan dan kenaikan pangkat. Mulai dari Panglima Divisi 1/Kostrad, panglima III/Siliwangi, hingga menjabat sebagai Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Kariernya terus meroket, dua tahun kemudian dengan cepat menduduki Wakil Kepala Staf AD hingga dipercaya sebagai Kepala Staf TNI AD (KSAD) tahun pada 22 Mei 2013.
Puncak kariernnya di militer makin cemerlang setelah menjadi KSAD. Menginjak usia 56 tahun, Moeldoko ditetapkan sebagai Panglima TNI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelum penetapan, Moledoko mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR-RI dengan jawaban yang diberikan Moeldoko membuat 9 fraksi di Komisi I menyetujui Jenderal TNI Moeldoko sebagai panglima TNI.
Di tengah kesibukannya di dunia militer, dia tidak melupakan pentingnya pendidikan. Dia terus mengasah intelektualnya di perguran tinggi hingga gelar tertinggi. Dalam usia 57 tahun, ia berhasil mendapatkan gelar doktor Ilmu Administrasi Negara di Universitas Indonesia dengan nilai sangat memuaskan.
Pensiun dari TNI bukanlah akhir kariernya. Dua tahun lepas dari tugas kemilitiran, pada 17 Januari 2018, purnawirawan jenderal bintang empat ini diangkat oleh Presiden Joko Widodo sebagai kepala Staf Kepresidenan menggantikan Tetan Masduki.